Sabtu, 26 April 2014

SEBUAH TULISAN UNTUK IBU



Bertepatan dengan Hari Ibu kemaren, mendadak tergeritik di hati saya untuk membuahkan sebuah tulisan mengenai Ibu. Bukannya so’ lebay sih… tapi paling tidak saya ingin sekedar berbagi dengan Anda. Eh, tapi bukan dalam bentuk santunan atau zakat lo ! Entar malah pagi-pagi saya dikejutkan dengan rentetan antrian di depan rumah, hehehe.

Ibu… apa yang langsung terbesit dipikiran Anda ketika mendengar kata itu? Kalau saya kadang sering menggambarkan sosok pendamping saya kelak memiliki sifat dan watak seperti Ibu saya, entah kenapa? Mungkin semua pria akan setuju jika saya lemparkan statmen di atas. Faktanya karena kebanyakan anak pria lebih dekat dengan sosok Ibunya, kebalikan dengan wanita yang justru lebih dekat dan mencintai sosok ayahnya. Makanya wanita pun kadang merindukan mendapatkan sosok pendamping yang setampan dan segagah pelindung di masa kecilnya. Bukan begitu?

Bicara tentang Ibu tentu akan banyak hal yang akan diusik. Waktu masih seumuran SD dulu, saya sempat dibingungkan dengan pernyataan guru agama saya yang menyebutkan bahwa “Letak surga itu ada di bawah telapak kaki Ibu”. Saya bingung, masa iya surga sebentuk kaki? Ketika saya pulang Ibu langsung tertawa ketika saya menanyakan pada beliau.

Sekarang setelah Nopember tadi baru saja memasuki usia 17 —agak telat sih— baru mengerti mengenai arti dari “Surga di bawah telapak kaki Ibu,”sebagaimana hadist baginda Rasulullah “RidhAllah fii ridhal-walidain, syukhtullah fii syukhtil-walidain” yang berarti “Keridha’an Allah ada pada keridha’an orang tua, kemurkaan Allah pun juga ada pada kemurkaan kedua orang tua." Yang maksudnya, jika ingin meraih keridhaan Allah, tugas utama adalah berbakti kepada kedua orang tua. Jika ridha keduanya sudah diraih, tentulah surga balasan yang paling tepat. ITU ! (Nunjuk-nunjuk seperti gaya Mario Teguh dalam MT Golden Ways) salam supper !

Pernah suatu kali saya membenci diri saya sendiri ketika dulu pernah membuat Ibu menangis sedih karena perbuatan saya (curhat nih ceritanya). Seandainya saya berhak menyatakan hukum halal dan haram, saya akan mengharamkan air mata seorang Ibu yang menetes karena tersakiti oleh buah hatinya. Bayangkan, seorang Ibu yang dulu rela dan tak malu membawa-bawa beban kesana kemari yang beratnya berkilo-kilo yang menyerap separo dari energinya setiap hari di dalam perutnya —layaknya drumben itu—selama 9 bulan lamanya. Pernahkah terbayangkan ketika beliau berjuang hidup dan mati demi melahirkan (baca : menyelamatkan) Anda. Dan dia adalah orang pertama yang sangat bahagia dan merasa lega ketika mendengar tangis Anda yang pertama kalinya. Seandainya dokter waktu itu menanyakan “Bu, Ibu harus memilih salah satu atau tidak keduanya sama sekali, saya beri waktu satu menit dari sekarang, apakah bayi Ibu yang harus diselamatkan, atau Ibu sendiri yang ingin selamat dan dapat kembali melanjutkan hidup?” Pasti Ibu dengan mantap akan menjawab “Anak ini entah ketika dewasa nanti akan peduli atau tidak kepada orang tuanya, yang jelas saya lebih memilih bayi ini yang diselamatkan daripada saya, Dok” —dialognya sinetron banget deh?—

Namun, dokternya menjawab “Saya cuma becanda, Bu. Ibu dan bayinya bakal selamat kok, hehehe !”

Lalu ketika sang anak sudah dewasa, harta sudah melimpah, memiliki jabatan direktur di sebuah BUMN, memiliki jabatan CEO dibanyak perusahaan, istri cantik, anak sehat dan sukses, keluarga bahagia. Di gubuk sana seorang wanita renta, hidupnya sendirian, suaminya yang dulu berjanji sehidup semati kini telah tiada mendahului, ia duduk di beranda rumahnya setiap pagi dan petang hanya menunggu kehadiran buah hatinya yang kini sudah sukses, cucu-cucunya yang lucu, menantu yang cantik. Di dalam hatinya cuma ituuu saja yang berkutat tak ada yang lain.

Sadarkah, ketika nanti kita sudah memiliki wanita yang juga peduli terhadap diri kita, yang belaiannya tak kalah lembutnya dengan belaian Ibu. Apakah kita rela melupakannya? Membiarkan Ibu hidup sendirian, dan membiarkan dia berharap agar anaknya peduli terhadapnya dan menemaninya di masa tuanya yang mungkin tak lama lagi. Ya Allah ampuni dosa-dosa dan kesalahan orang tua kami, panjangkan umurnya dalam kebahagiaan, kesehatan dan keta’atan kepadamu. Jadikan kami anak yang berbakti yang menyayangi mereka sebagaimana mereka menyayangi kami di masa kecil” aamin ya Rabbal ‘alamin.

Suatu saat Anda akan merasakan betapa bahagianya menjadi seorang Ibu :)

Sudahkah hari ini mendoakan Ibu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar