Sabtu, 26 April 2014

PEMILU

untuk palestineLiga Pendidikan Indonesia

TULISAN

PEMILU 2014 DAN UPAYA MENINGKATKAN DERAJAT KETERWAKILAN


Oleh Ketua DPR-RI Dr. H. Marzuki Alie


Sesuai dengan agenda politik nasional, tahun 2014 adalah tahun diselenggarakannya Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif), dan Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, secara langsung. Kedua Pemilu tersebut merupakan amanat Konstitusi UUD 1945 sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam sebuah negara yang melaksanakan sistem demokrasi. Khusus UU Pemilu untuk memilih anggota legislatif, diatur dalam UU No. 12 tahun 2003 yang telah diubah dengan UU No. 10 tahun 2008.

Diakui bahwa, secara prosedural, Indonesia telah melaksanakan demokrasi secara tertib, baik dan berkesinambungan,sesuai dengan nilai-nilai demokrasi universal. Salah satu prinsip atau nilai demokrasi adalah adanya Pemilu secara berkala untuk memilih para pemimpin,baik di lembaga perwakilan maupun di eksekutif.

Kemudian muncul pertanyaan yang cukup mendasar, apakah indonesia selama ini, khsusnya sejak era reformasi, telah melaksanakan demokrasi sebagaimana yang kita kenal selama ini atau secara substantif? Pertanyaantersebut harus dijawab, baik berkaitan dengan sistem pemilu yang diatur oleh peraturan perundang-undnagan maupun berkaitan dengan praktek, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan pemilu itu sendiri.

Sistem yang dimaksud adalah bagaimana menciptakan sebuah sistem Pemilu yang, pertama,akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi, sehingga memperoleh legitimasi kuat dari rakyat. Kedua,sistem Pemilu juga merupakan sebuah rekayasa politik  untuk menghasilkan lembaga perwakilan yang representatif atau menghasilkan pemimpin yang responsibel dan cakap. Ketiga, sistem yang kompatibel, diharapkan dapat menghasilkan sebuah proses demokrasi yang substantif.Selanjutnya ketika sebuah sistem pemilu dipilih, maka harus terimplementasikan dalam praktek.

Sebagaimana diketahui,bahwa Indonesia memilih sistem proporsional. Dalam dua UU Pemilu terakhir yaitu UU No. 12 tahun 2003 dan UU No. 10 Tahun 2008, sepakat dipilih sistem proporsional terbuka. Maknanya adalah bahwa pemilih diberikan pilihan yang langsung kepada calon wakil mereka untuk duduk di DPR atau DPRD. Khusus terhadap sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD yaitu proporsional terbuka, maka upaya meningkatkan derajat keterwakilan semakin menemukan bentuknya. Para wakil rakyat semakin memiliki hubungan yang erat dengan konstituennya, sehingga akuntabilitas para wakil semakin nyata. Akibat yang muncul, para rakyat yang diwakili dapat menuntut kepada para wakilnya untuk melakukan yang terbaik untuk rakyat. Jika hal itu tidak terpenuhi, para wakil akan memperoleh hukuman pada Pemilu berikutnya untuk tidak dipilih kembali.

Upaya menciptakan sistem pemilu yang menghasilkan wakil rakyat yang akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi adalah sebuah keniscayaanbagi penyelenggaraan pemilu di Indonesia sebagai sebuah negara demokratis.

Usul Inisiatif DPR tentang Perubahan UU No. 10 tahun 2008
Salah satu upaya yang dilakukan dalam menata kembali sekaligus mengevaluasi penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2009 lalu adalah dengan mengajukanRUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Meskipun tidak secara eksplisit terfokus kepadamateri yang berkaitan denganperubahan dengan sistem Pemilu, namun Pansus akan memberikan ruang bagi pembahasan tentang Sistem Pemilu ini,khususnya yang terkait dengan bagaimana metode penghitungan perolehan kursi yang pada pemilu 2009 lalu menimbulkan banyak persoalan.

Dalam Rapat Kerja Pansus DPR RI bersama Mendagri dan Menkumham tanggal 26 Oktober 2011 lalu, Pemerintah telah menyampaikan pandangan terhadap RUU ini dengan beberapa poin yang menjadi sorotan utama seperti:sistem Pemilu yang menggunakan sistem proporsional terbuka, pemberlakuan parliamentary threshold, Daerah Pemilihan dan alokasi kursi setiap daerah pemilihan, serta metode penghitungan perolehan kursi. Hal tersebut sejalan dengan keterangan atau penjelasan DPR-RI terkait dengan RUU inisiatif ini dalam Rapat Kerja sebelumnya. Oleh karena itu,menjadi tanggungjawab bersama antara DPR dan Pemerintah untuk menghasilkan sebuah UU tentang Pemilu yang lebih demokratis dan mampu menghasilkan wakil rakyat yang lebih akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi.
Kewajiban konstitusional DPR sebagai lembaga pembentuk undang-undang sebagaimana diamanatkan UUD 1945 memberikan landasan bagi Pansus untuk melakukan tugas dan fungsi legislasi sebaik mungkin. Disadari bahwa pembahasan RUU tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD ini,akan berbenturan dengan kepentingan para anggota DPR sebagai individu dan Partai Politik yang menempatkan para kadernya menjadi wakil rakyat. Oleh karena itu,mekanisme pembahasan senantiasa melibatkan publik,baik melalui forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan beberapa pihak seperti akademisi, penyelenggara Pemilu, dan lembaga akuntan publik, lembaga non-pemerintah yang memiliki kepedulian terhadap pemilu, serta pihak lainnya. Selain itu,diberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan melalui email atau media lainnya dalam sebuah forum public hearing. Upaya lainnya adalah dengan melakukan kunjungan ke beberapa daerah dan perguruan tinggi di daerah guna menjaring aspirasi sebanyak mungkin. Muaranya adalah semua masukan dan aspirasi akan menjadi bahan bagi Pansus serta pemerintah untuk membahas RUU ini guna menghasilkan Pemilu yang lebih demokratis,serta menghasilkan wakil rakyat yang memiliki derajat keterwakilan tinggi.

Salah satu aspek meningkatkan derajat keterwakilan wakil rakyat hasil Pemilu adalah melalui rekayasa sistem Pemilu yang dituangkan dalam sebuah regulasi. Sistem Pemilu akan memberikan penekanan kepada bagaimana cara memilih wakil rakyat yang disesuaikan dengan kondisi sosial politik serta budaya politik masyarakat di suatu negara. Sistem proporsional memiliki kelebihan utama yaitu meminimalkan suara rakyat yang tidak terkonversi menjadi kursi serta memberikan peluang bagi lebih besar partai politik kelas menengah untuk memperoleh kursi di DPR. Sebaliknya,sistem mayoritas-pluralitas yang dikenal dengan sistem distrik mempunyai kelebihan,karena wakil rakyat terpilih memiliki keterikatan yang lebih kuat dengan konstituen.

Sistem Proporsional yang Dapat Meningkatkan Derajat Keterwakilan
Sistem proporsional bisa menghasilkan wakil rakyat yang lebih tinggi derajat keterwakilannya. Salah satunya adalah dengan membuat Daerah Pemilihan (districting) yang lebih kecil, sehingga para wakil rakyat di daerah pemilihan tersebut bisa lebih mudah menjangkau konstituennya. Sebaliknya, rakyat di daerah pemilihan tersebut bisa lebih jelas kepada siapa mereka meminta dan menyalurkan aspirasinya baik untuk tingkat DPR maupun DPRD.

Upaya lain adalah dengan cara tersedianya calon anggota legislatif terbaik melalui rekrutmen dan kaderisasi yang dilakukan oleh partai politik, sehingga rakyat sudah diberikan pilihan terbaik diantara yang baik. Hal tersebut akan memberikan dampak positif baik bagi partai politik, rakyat, serta lembaga perwakilan itu sendiri. Artinya proses pendidikan politik, sosialisasi politik,rekrutmen politik yang menjadi fungsi partai politik,menjadi bermakna serta dirasakan langsung oleh rakyat. Dampaknya, lembaga perwakilan akan bekerja lebih optimal karena diisi oleh anggota yang berkualitas.

Sebagai kesimpulan, Pemilu 2014 harus menjadi tahapkonsolidasi demokrasi melalui penyelenggaraan Pemilu yang lebih demokratis dan menggunakan sistem yang lebih mampu menghasilkan wakil rakyat yang memiliki derajat keterwakilan yang tinggi. Kehadiran UU adalah sebagai sebuah rekayasa Pemilu guna menghasilkan sistem demokrasi yang lebih baik bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Jika hal itu bisa terwujud, maka bangsa ini akan kembali menjadi bangsa yang besar dan dihargai oleh bangsa-bangsa lain di duniasebagai negara demokrasi. Semoga.*
- See more at: http://www.marzukialie.com/?show=tulisan&id=47#sthash.3Y9NaeZ0.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar